header-photo

Turunkan Topengmu, Cukuplah Allah menjadi Saksi


Tadi malam, untuk pertama kalinya, saya mendengarkan tausiyah dari Aa Gym. Karena ada satu dan lain hal, saya tidak mendengarkan sedari awal. Seperti biasa, Aa memberikan siraman rohani yang sederhana, namun begitu membumi. Mampu membuka kesadaran yang mungkin selama ini ingin ditutupi, dibungkus, ditepikan, karena semua berhubungan dengan niat dalam hati. Sedalam apapaun ilmu seseorang, yang tahu niat atas perbuatan hanya pelaku dan pencipta Nya saja. Begitu tersembunyinya benih niat itu, hinggga ia menjelma sebagai wujud yang bisa berubah ubah sesuai dengan kehendak pemiliknya. Dan itu bahaya. Jika niat menjadi salah satu unsur penilaian atas amalan, maka itu yang hendaknya disadari dari awal. Supaya kita tidak salah menetapkan niat lalu membungkusnya dengan niat2 lain, yang salah2 bisa mengurangi nilai amalan, bahkan merusak amalan tersebut. Bukan ridho, justru murka Allah yang didapat. Bukan senang, malah benci yang menjadi akhir persepsi.

itu baru prolognya...
saya mengutip hasil resume teman yang juga hadir malam tadi bahwa pada dasarnya manusia selalu ingin menjadi lebih baik dari kondisi awal, atau kondisi sebelumnya. Lalu mendorong kita untuk berusaha terlihat baik dan sempurna. hal itu kemudian yang menyebabkan terkadang kita terbelenggu dengan penampilan dan penilaian orang terhadap kita.

tanpa sadar mungkin setiap apa yang kita lakukan, selalu terbersit
"bagaimana ya pikiran si "fulan" atau "teman2fulan" jika saya berbuat seperti ini?
Hidup seperti itu, sangat melelahkan. Karena setiap detik, setiap amal disisipi dengan pikiran, bagaimana tanggapan orang, penilaian orang terhadap kita. Manusiawi memang. Tapi jika hal tersebut kemudian meminggirkan sang penilai utama Allah SWT, maka ini bisa disebut pembiasan niat. Karena riya' merupakan bentuk syirik kecil. Oleh karena itu bisa juga disebut orang yang mempermainkan agama.

Jujur,, saat mendengar hal ini, saya tertegun. Astaghfirullah.. benar sekali ya....

Jikalau kita melakukan sesuatu yang dimurkai Allah demi membuat orang lain senang maka Allah akan murka kepadanya dan membuat orang lain tersebut menjadi benci kepada kita. Namun apabila kita melakukan sesuatu yang disukai oleh Allah awal orang lain tidak suka, maka Allah ridho dan dapat membolak balik orang yang tidak menyukai kita sehingga menjadi suka.

padahal,, padahal,, yang sangat sering kita lakukan adalah melakukan sesuatu agar orang lain senang. Dan tanpa sadar menabrak apa yang tidak disukai Allah.

Apabila kita semangat melakukan yang terbaik, maka motivasi utama adalah karena Allah menyukai umatNya yang melakukan yang terbaik

Apabila kita membantu teman kita meski tidak ada yang melihat, maka motivasi utama adalah karena Alah menyukai umatnya yang menolong orang lain, dilihat maupun tidak dilihat.

Apabila kita melakukan segala amalan, maka hendaklah kita memerikasa terlebih dahulu dihati kecil kita, hendak dinilai oleh siapa. Wakaffa billahi syahida . Cukuplah Allah menjadi saksi..

wakafa billahi waliyya, wakafa billahi nashiiro,,,

(semoga tulisan ini dibuat,dipostkan hingga dibaca orang karena Allah, dan agar memanjangkan ingatan atas tausiyah semalam, Amin...)

Papan Tulis



Jadi teringat dua kata ajaib itu setelah berbincang dengan sesorang pagi tadi.. Wanita separuh baya. Anggap saja ia seorang Kakak. Karena aku memangilnya dengan sebutan "mbak".

Suatu hari, aku mengunjungi beliau di sudut kecamatan, bagian kota kecil di Bondowoso, Jawa Timur. Bondowoso nya saja sudah terpencil, apalagi ini masih dipelosoknya. Dirumah kontrakan beliau yang sangat sederhana, aku melihat ada plastik berukuran sekitar 2x2 meter yang ditempel di dinding rumahnya yang sudah bopel - bopel. dengan heran aku bertanya

"Untuk apa plastik ini mbak? apa kalau hujan airnya merembes menembus dinding?"
lalu kakak menjawab sambil tertawa,,
"Itu pengganti papan tulis Dek,belum sempet beli..lagian harga papan tulis ternyata mahal.."


Aku baru tahu selama ini ternyata selain jadi guru sekolah yang baru berdiri, kakak juga mengajar anak - anak kecil di sekitar rumahnya. Mengajar apa saja.. dari anak SD, SMP, SMA. Kebetulan suami beliau guru matematika, jadi kalau ia kewalahan, suaminya bisa men-takeover..

"Berapa orang mbak yang les? disni les kayak gitu bayarnya berapa ya mbak?"
Tanyaku ingin tahu. Karena setauku, meski kakak berprofesi sebagai guru yang katanya bisa pulang cepet dan kerjaan santai, ternyata kakak cukup sibuk juga di sekolah.

"Hehehe..ini gratis Dek, bayarannya bukan uang.." jawabnya lepas saja tanpa beban
"Lah lalu bayarannya apa mbak?", tanyaku penasaran

"Ya pada dasarnya gratis, tapi kadang sebagai rasa terima kasih anak2 itu bawa kue, buat dimakan dan dibagi ma temen2nya yang les juga, itung - itung cari amal jariyah.."

Sungguh,, malu aku mendengar kata - kata kakak ini. Aku dulu pernah membanggakan kepadanya saat aku masih kuliah berapa bayaranku 1 kali pertemuan les privat. Padahal sebenarnya uang kiriman ayah ga pernah kurang setiap bulannya.Yang lebih membuatku malu, gaji kakak saat itu kurang lebih sama dengan uang kiriman dari ayah. Tapi aku selalu merasa kurang. Sedang kakak ini, jelas kebutuhan setelah menikah lebih banyak, tapi ia masih menyempatkan diri beramal sebisanya, dengan ilmu.

Aku masih temenung menatap "plastik tulis" di tembok bopel itu, ada banyak coret2 spidol rumus2 kimia, sebelahnya rumus2 matematika. Aku jadi ingat dulu ketika kakak ini masih kuliah, beliau ga mau jadi guru. Tapi yang musti ia hadapi saat belajar mengajar pertama adalah murid authis.. murid keduanya adalah aku, yang keras kepala kayak batu..

"Kenapa masih diliatin? jangan salah, dulu papan tulis Ayah juga lebih jelek, temboknya juga gedhek tapi yang dateng belajar ngaji juga banyak.. Kamu waktu itu masih kecil banget, paling kamu ga inget"

Aku terhenyak, benarkah? sekelebat ingatan membawaku pada siluet masa silam, 20 tahun lalu mungkin.. tapi tak sepenuhnya mozaik itu berhasil ku unduh dan ku unggahkan kembali..cuma sepotong - sepotong saja. Rumah gedhek reyot, dengan papan tulis hitam menggantung kayu penyambung dinding gedhek tadi.. itupun aku ingat karena aku pernah melihat fotonya.. jadi itu rumah ayah dulu yah? rumahku dulu?

Entahlah,,apa itu namanya. Yang jelas bagian dalam dibalik jantungku terasa panas. Agak perih tapi bukan sakit. Cuma rasa - rasanya saja... Aku tahu kalau saat itu pipiku memerah.. Aku malu...

Kakak ini sebenarnya dari dulu banyak sekali mengajariku,, tapi kadang aku saja yang asik dengan dunia "tumbuh mendewasa" ku. Hingga ajaran2nya yang sederhana nan baik, lewat begitu saja. Ketika masa itu sudah lewat, aku merindunya. Sering aku tertegun dengan apa yang ia ucapkan bahkan lakukan. Sederhana, tapi nyata.. pantas saja ia tak lepas dari aura bahagia.. aku tahu, meski hanya suaranya saja yang hadir. Tapi hanya dengan suaranya itu energi bahagianya sudah dapat tersalur,,

Tadi pagi ia menyempatkan diri menelponku, aku tiba2 ingat saja dengan kunjunganku terakhir kerumahnya saat itu..

"Mbak, sudah ada papan tulisnya?"
"Belum Dik, anak - anak malah lebih suka belajar sambil bermain. Belum sempat juga membelinya di kota. Ga apalah, yang penting anak2 itu senang dan mau belajar...."

Baiklah, mungkin bukan papan tulisnya lagi yang penting. Karena ilmu dan ketulusan itu langsung ditanamkan di hati dan pikiran, tak perlu papan untuk mengabadiakannya barang sesasat. Hati dan pikiran itulah yang merekamnya untuk seumur hidup..

Rush Run Ringing

Hari pertama menjadi agent Inbound Contact Center
Seru sekali, bersemangat menanggapi telp dari Wajib Pajak. Sudah berminggu - minggu berhibernasi mempersiapkan diri..akhirnya sampai juga waktunya melayani Wajib Pajak.

telpon pertama:
saya kerja mbak jual beli saham, SPT apa yah yang dipake?
alhamdulillah masih bisa ke handle..

belum sempet remark ditulis, telpon dah memburu dibelakangnya..
nota retur pake kurs valas yang mana ya, pas FP pertama dibuat atau pas dibuat nota retur?
yang ini masih bisa selamat dari kebengongan.

greeting salam belum di sampaikan, telpon belakangnya juga sudah menyambung
mbak penghasilan saya dari penjualan saham itu kena pajak ga mbak? kan saya sudah dipotong final 0,1%?
.......
sigh,,, mulai berpikir.. kena ga ya? apa dah termasuk penjualan saham...
gimana mbak???, ibunya terus mendesak
mulai panic!!
sudah termasuk ibu,, jadi pajak yang dipotong sudah final..

pertanyaan keempat
pertanyaan keliam
pertanyaan keenam
pertanyaan ketujuh..

huff huff huff...

Ternyata pekerjaan ini tidak mudah,, kayak ada tes lisan tiap hari, kuis setiap saat..Jadi inget kata pak Mario Teguh

"Kita harus berani dihitung cepat untuk tahu kualitas diri kita setiap saat"
ya kira - kira seperti itulah, setiap saat rasanya saya dinilai dari jawaban saya, dari cara menjawab saya, dari bagaimana saya memperlakukan penelpon..dihitung begitu cepat sebagai tampilan institusi saya. Ketika saya tak tampil prima, maka dengan cepat masyarakat akan menilai tidak hanya saya, tapi juga institusi saya kurang memuaskan juga.


Rasanya belum terbiasa saya dengan ritme seperti ini, bekerja begitu cepat, dan penilaian langsung, beyond my proportion. Banyak atribut ternyata yang melekat pada saya yang turut serta dalam penghitungan cepat itu.. Baiklah, jika harus begitu, tak apa saya dinilai beyond my proportion, ill give u beyond my capability. Sudah basi memberi yang terbaik. saatnya memberi yang lebih dari kemampuan. Semoga ini tidak menjadi sejarah semagat saja, tapi terus terpelihara. Hm,,, sounds good right?