header-photo

how to response a lie

Bismillah,,
Motivated by my friend who tried writing in English, Let me practice too!

Well i would like sharing bout my trip last night with my friend. He was a victim of love, hurt man by a woman. Broken vow, in engagement. You know somebody who has ever fallen and stand up successfully, he will be stronger in the next. Actually he is not tough enough in the beginning, but he becomes wonderful after. I think he can pass all that pain because he could accept the distinctness and think wisely :)

I've written my opinion that egoism is sumthin that need to be appreciated.(this is negative motivation, not to support someone else to do egoism, because egoism is not reserved to be achieved). Yeah, in my humble opinion to do egoism act, somebody must pass inner conflict, feel big uncomfortable guilty and must predict the effect until execute the act. And last nite while the train went running,he gave me other further wise opinion.

Something that i remember clearly, when he said: "If you know your couple lies, try to calm and believe him. Because when he lies, he feels two guilts. His act, and his untruth. Do not force him to realize at same time by judge him."

Great! two points..
These were my conclusions. First When your couple get mad on you cz ur indictment of lie. It means u has done egoism act. Everybody has a right to make his/her own improvement of his/her mistakes. Second, When u try to believe it means you try to support her/his own improvement.

But do not to be disappoint, cz that hypothesis still has not to be evidenced. LOL. Well,, i have to go to sleep, today (in the morning) will be full schedule. Walking around with my family in Surabaya.. hm,, how nice this vacation:)
ok, nite,,

Pesan untuk anakku, dari guruku



Diantara anda semua yang ada disini, saya ingin mengatakan bahwa saya menang. Saya berhasil. Kemenangan dan keberhasilan saya definisikan menurut saya karena tidak didikte oleh siapapun termasuk mereka yang menginginkan saya tidak disini.Saya merasa berhasil dan saya merasa menang karena definisi saya adalah tiga. Selama saya tidak menghianati kebenaran, selama saya tidak mengingkari nurani saya, dan selama saya masih bisa menjaga martabat dan harga diri saya, maka disitu saya menang. selengkapnya

Itulah cuplikan pidato orang yang selama empat tahun ini, cukup menginspirasi saya dalam hal integritas pada negara. Jika nanti saya punya anak, saya akan memasukkan cerita ini saat saya menemaninya belajar sejarah. Bahwa pernah ada suatu masa dinegeri ini, disaat kemewahan reformasi sudah dapat dinikmati, manusianya justru tidak ingin beranjak dari watak stagnansi. Kebenaran didepan mata namun ditepikan karena hati buta, karena menerima kebenaran masih sama tidak siapnya seperti menerima perubahan.


Yah, sambil bercerita sedikit tentang guru saya itu, saya juga sedikit berpetuah (membayangkan masanya sudah layak mengajari) bahwa yang pertama anak saya nanti harus: Belajar untuk mendengarkan hati nurani. Setiap manusia saya kira harus kembali ke fitrahnya sebagai "makhluk yang bernurani". Dan saya tahu, meski mutklak diberi sepaket saat penciptaan, pemakaiannya juga perlu latihan dan pembiasaan. Agama adalah cara, seorang manusia bisa bertemu dengan penciptanya dalam bilik nurani.

Kedua, yang saya susupkan ke alam bawah sadar anak saya adalah jangan pernah merasa lelah dalam belajar. Ilmu apa saja. Bodoh tentu saja bukan takdir, tapi bisa jadi itu jenis penyakit yang sulit disembuhkan. Maka vaksin rasa ingin tahu harus disuntikkan dahulu sejak ia balita, kalau perlu saat di kandungan agar ia tak kena virus insensitive. Peka terhadap sekitar dan terus berpikir tidak atas dirinya sendiri

Dan yang terakhir adalah belajar mensinergikan keduanya. Mungkin, saat anak saya tumbuh besar, tiga hal ini makin langka dimiliki oleh manusia Indonesia. Saya ingin anak saya pandai, itu pasti. Tapi saya tidak ingin kepandaian anak saya justru mencederai bangsa karena tergerus arus jahiliyah karena nuraninya tak terasah benar. Saya ingin anak saya berbudi, beretika dan memiliki integritas. Namun saya tidak ingin kebaikan anak saya tak bermanfaat banyak untuk negeri hanya karena ia tidak memiliki kapasitas dan kecapakan ilmu yang dibutuhkan di masa ndatang. Dan yang juga saya harapkan, tiga unsur tadi tidak menjadi langka di masa mendatang, tapi justru tumbuh subur bak jamur di musim hujan.

Saya yakin itu bisa. Dan memang seperti itulah seharusnya mayoritas manusia Indonesia. Tidak seperti saat ini, landscapenya penuh sesak dengan orang2 yang sudah menanggalkan etika bersikap seperti para politikus rakus dan pejabat publik tengik. Saya jadi ingat pidato guru saya membuat saya tergugah untuk optimis seperti beliau:


Banyak sekali aparat yang betul-betul genuinly adalah orang-orang yang dedicated. Mereka yang cinta republik sama seperti anda. Mereka juga kritis, mereka punya nurani, mereka punya harga diri. Dia bekerja pada masing-masing unit, mungkin mereka tidak bersuara karena mereka adalah bagian dari birokrat yang tidak boleh bersuara banyak tapi harus bekerja. Sebagian kecil adalah kelompok rakus, dan dengan kekuasaan sangat senang untuk meng abuse. Tapi saya katakan sebagian besar adalah orang-orang baik dan terhormat. Saya ingin tolong dibantu, berilah ruang untuk orang-orang ini untuk dikenali oleh anda juga dan oleh masyarakat. Sehingga landscape negara ini tidak hanya didominasi oleh cerita, oleh tokoh, apalagi dipublikasi dengan seolah-oalh menggambarkan bahwa seluruh sistem ini adalah buruk dan runtuh.


Manusia cerdas dan beretika adalah gambaran ideal untuk saat ini buat saya. Dan itulah yang saya inginkan untuk generasi penerus saya (mungkin seiring berjalannya waktu, saya menambah standard ini :) tapi untuk sekarang, sudah cukup idela dengan 3 unsur). Sehingga kita bisa bekata jujur, dengan memilih kata yang tepat. Bertindak benar, tanpa menepikan unsur kepantasan. dan seperti kata guru saya itu:
"
Selama saya tidak menghianati kebenaran, selama saya tidak mengingkari nurani saya, dan selama saya masih bisa menjaga martabat dan harga diri saya, maka disitu saya menang."