header-photo

Wajah Muram Sepak Bola Indonesia



Harus saya akui, interest saya pada bola biasa saja. Olahraga yang fenomenal ini, saya anggap hanyalah bagian dari acara televisi, macam sinetron, reality show dan lainnya, tak sewajib berita Metro TV untuk ditonton. Tapi saat World Cup beda cerita dan akhir- akhir ini jadi ingat romantisme saya dan bola saat di bangku SMP. Saat itu geliat bola tak hanya world cup saja. Klub bola kota saya, masih masuk ke divisi satu. Saya masih kerap mendengar berita fanatisme bonek, kegagahan AREMA, sepakbola Indonesia masih ramai diperbincangkan. Geliatnya masih ada meski saya tak pernah melihatnyan menang dilaga manapun.

Delapan tahun lalu
Itulah pertama kali saya kenal dengan sepak bola. Teman saya membagi dimensi sepakbola menjadi tiga, yaitu melihat, membicarakan, dan bermain. Tapi delapan tahun lalu saya punya aktivitas lain dengan bola. IKUT KUIS BOLA DI RADIO. Tiap pulang sekolah yang saya lakukan adalah mengkliping berita olah raga di Jawa Pos, mencatat skor, pencetak gol nama wasit, stadion yang dipakai di buku yang khusus saya bikin untuk meresume apapun tentang piala dunia yang dihelat pertama kalinya di asia itu.
Saya jadi geli sendiri ketika ingat masa- masa itu. Tiap sore saat ibu saya menyapu halaman, menyiram taman dan memasak, yang saya lakukan justru menarik kabel telpon dari ruang tengah ke kamar saya, lalu menelpon radio. Berkejar - kejaran point dengan para pecinta bola yang kebanyakan bapak-bapak itu untuk menjadi pemenang tiap harinya.

Alhasil, saya melahap semua pertanyaan host di radio itu. Tapi setiap saya mengambil hadiah, saya kecewa. Pertama dapat payung, lalu kaos, jam dinding, terakhir kemeja, yang lagi-lagi ukuran bapak-bapak. Akhirnya semua saya kasih ke ayah dan ibu saya, disusul dengan omelan ibu karena akhirnya ibu tahu, anak perempuannya yang bandel itu bukannya belajar untuk Ebtanas SMP, malah ikut kuis bola. Dan saya yakin beliau semakin jengkel saat membayar tagihan telepon. Padahal, motivasi saya saat itu sederhana saja. INGIN MERCHANDISE WORLD CUP Korea-Japan yang tidak dijual di kota saya.

Lalu setelah gegap gembita word cup berakhir, muncul optimisme saya pada persepakbolaan Indonesia. Saya kemudian mengibarkan optimisme, kira – kira begini: “Tahun 2006 Indonesia lolos kulaifikasi dan jadi peserta world cup, Tahun 2010 menjadi peserta yang lolos penyisihan group, Tahun 2014“ menjadi tuan rumah piala dunia”. Agak utopis dibandingkan rencana PSSI menjadi tuan rumah World Cup 2022. Dan saya tersenyum miris ketika menyaksikan world cup tahun ini, menggugah ingatan tentang harapan saya mengenai sepakbola tanah air.

Potret sepakbola Indonesia saat ini


SURAM. Setelah kejayaan era 80an, praktis prestasi sepakbola Indonesia merosot. Medali emas terakhir adalah saat seagames Filiphina 1991. 19 tahun silam! Saat ini, tim nasional hanya mampu meneruskan tradisi ikut piala Asia 200, 2004, dan 2007(tuan rumah) dan gagal ikut di tahun 2011 karena menjadi juru kunci di babak penyisihan. Timnas juga bermain memalukan saat piala Tiger 2004 saat bermain sepakbola gajah, sengaja kalah agar tak bertemu tim jagoan Vietnam. Saat piala kemerdekaan 2008 juga , dalam partai final Libya walkout karena insiden pemukulan pada officialnya, padahal saat itu Libya unggu 1-0. Saat SEA Games 2009, Indonesia dipermalukan Laos dan kini KONI tidak akan mengirimkan tim nasional ke Asian Games 2010 di China. Prestasi terbaik Timnas yang selalu jadi romantisme masa lalu adalah saat kita kalah dari Uni Soviet dan menjadi runner Up Olimpiade Melbourne 1956. Sejatinya, itulah prestasi tertinggi Timnas dalam naungan 73 tahun kepengurusan PSSI.

Dulu saya pikir sepakbola negara kita tidak maju karena negara kita banyak korupsinya, terlalu banyak konflik daerah, tidak maju tekhnologinya, fanatisme berlebih dari pecinta klub, dan orang lebih tertarik bulu tangkis. TAPI SEMUA TERBANTAHKAN negara korup sepeti Argentina, bebeapa kali bawa pulang piala. Negara – negara Afrika yang katanya miskinjuga tak pernah absen ikut world cup. Lalu Amerika yang lebih cinta basket, tim sepak bolanya semakin membaik. Negara baru bekas pecahan seperti Slovakia buktinya bisa mengalahkan Italia. Bahkan, negara yang penuh konflik internal macam Korut berhasil juga menembus kualifikasi. Jadi kesimpulannya KONDISI NEGARA TIDAK BERBANDING LURUS dengan bagus tidaknya sepakbola di negara itu.

Saya sebenarnya berusaha menghindari pembahasan PSSI dan kepengurusan sebagai penanggung jawab utama kemrosotan sepakbola tanah air. Malas memperbincangkan karena sudah mutlak salahnya, dan pasti berujung pada pertanyaan:
“Mengapa reformasi olah raga tanah air tak kunjung dilakukan?”

Kepengurusan beberapa cabang olah raga malah dijadikan tempat menampung para jenderal purnawirawan. Sebut saja PBSI dan PBVI. Bahkan PSSI semua orang tahu dipimpin oleh seorang terpidana korupsi. Jika teman saya bilang akar masalah PSSI adalah salah urus, saya sederhanakan lagi, sepakbola tanah air semakin kuncup dan layu karena SALAH TEMPAT. Orang – orang yang tidak memiliki kecintaan yang tulus kepada bola justru dengan nyaman masih bertenger disana, menutup telinga dan berkata ” Jangan tanya kepada saya kenapa Indonesia kalah, tapi tunjukkan kepada saya bagaimana Indonesia bisa menang”?” saya melongo membaca statement lepas tanggung jawab Nurdin Halid itu di media, dan ingin melempar sepatu ke mukanya. Seharusnya ia mengikuti langkah Ketum PSSI sebelumnya, Azwar Anas yang mundur karena insiden Piala Tiger 2004, saat sepakbola gajah itu.

Sepakbola Indonesia memang sedang muram. Tapi saya tahu, harapan masyarakat tak pernah padam. Saya tahu, betapapun orang Indonesia mengelu-elukan tim eropa, dalam hati pasti terbersit harapan Indonesia kelak bisa menggantikan tempat itu. Dan menjadi jagoan nomor satu rakyatnya. Butuh desakan kuat ke pemerintah agar serius mereformasi olahraga Indonesia khususnya sepakbola. Koordinasi dan seiya sekata untuk mereformasi sepakbola Indonesia mutlak dilakukan PSSI bersama Depdiknas, KONI, dan Kemenpora. Tidak menjadikan sepakbola sebagai penghabis uang negara saja namun bisa menyulapnya menjadi lapangan pekerjaan, sumber perekonomian masyarakat dengan industri sepakbola dan menjadi daya tarik Indonesia di dunia mancanegara.

Saya tak memiliki link apapun dengan dunia sepakbola kecuali harapan yang usang delapan tahun lalu. Dan saya membuat mimpi baru bahwa sepakbola bisa mensejahterakan masyarkat Indonesia. Saya mulai harapan saya dengan menulis pesan singkat kepada Andi Malarangeng, kemenpora lewat twitter: "pak @andimalarangeng, kapan kami bisa bangga dengan persepakbolaan tanah air?"

sumber: disni, disini dan disini
gambar: ini dan ini



I want to jump into last chapter of this war!!


For the umpteenth times, blood drenched for saving Palestine
For the umpteenth times, we heard the infamy act of Israel to Pelestine
And for the umpteenth times, the world can do nothing to solve it.

YES for reactions: protest, fullmanations, demonstrations, prosecutions not only said by middle eastern countries but also the western countries.
But NO for the result of reactions. Nothing can stopped the israel to continue its intention to create their countries.

Last month people in the whole world were shocked by the attacks against humanitarian ships ”Mavi Marmara” on Mediterranean Sea. We know that the ship brought the volunteers, many aids for the refugees in the Gaza Strip. But when the ship entered Mediterranean sea, It was attacked by Zionist armies. They shooted the volunteers who didn’t use any gun! Just like VOC denude the farmer. Ironic, the slaughter happened in 2010, moreover attached into humanitarian mission. Really beyond of my logic!


Conflict History


Balfour agreement (1917) is the beginning of this conflict. Where the British gave the promise to Israel and the state would acquire land legally and legitimized. If it is drawn far back, this conflict caused by manythings . Historical background, religion, holocaust events, making the intention of Israel to make the state itself increasingly unstoppable. Realization of the Israel State which stretches from the Mediterranean Sea up to Iraq. Has lasted approximately 62 years old. And it won’t be ended before jewish racial hegemony mission perfectly has been formed.