header-photo

Cermin dan persimpangan



Dia sudah sampai di perempatan kesekian. Ia bergumam pelan, semoga perempatan terakhir
Seperti persimpangan sebelumnya, masih menggemgam cerminnya, dia melangkah pelan. 
Pagi mulai beringsut - ingsut bangkit dari selimut kabut. Meretas, dan lamat - lamat persimpangan terlihat jelas.

Ada tiga jalan membentang berbeda arah, dan kebimbangan mulai berarak dari persimpangan di dua bola matanya ke dalam hatinya
Belok kanan, cahaya lampu jalan berpendar, belum dimatikan
Belok kiri, ada gedung - gedung tinggi. Jalan itu cuma kenal dua situasi. Sepi sekali, atau ramai sekali.
Lurus, ada papan besar, ucapan selamat datang. Datang kemana? sayangnya petunjuk ada di balik papannya. 

Tapi yang dia lakukan justru diam ditempatnya. Ia sungguh lelah. Sudah banyak persimpangan yang ia lewati. Ia abaikan.
Dimana yang dia temui adalah jalan yang selalu asing. Kadang ramai kadang sepi. Kadang dia takut.
Tapi yang penting baginya adalah berjalan. Entah belok kanan, kiri atau lurus, yang penting ia berjalan. 
Terus berjalan. Dan ketika ia mendapati jalan buntu, maka ia angkat cerminnya dan dia punya jalan untuk langkahnya
Ia berjalan mundur

pic: http://www.yanidel.net/
Masih dipersimpangan.Tapi dia masih tak bergeming dari duduknya. Kanan kiri menari, tapi baginya jalan buntu. 
Hatinya yang buntu

Persimpangan ini membutuhkan cermin. Tapi kini baginya cemin adalah kebuntuan baru, karena dengan cermin, ia tak pernah sampai di ujung perjalanan.  Cermin menyelamatkanya dari kebuntuan, namun mengantarnya pada persimpangan yang lain. Cermin ini adalah tempat ia lari, dari hal yang ia benci. Memilih


Persimpangan dan cermin
Ia mulai berjalan dan meninggalkan cermin di persimpangan. 

0 comments: