header-photo

Monolog Bisu

aQ meramaikan sepi dengan
berbicara sendiri. Apakah bumi ini sudah ditinggal mati penghuninya? Sepertinya
kiamat masih jauh. Dan selamanya jauh. Karena tak satupun ingin mendekat.
Jangankan yang hidup. Bangkai – bangkai yang tertanam di perut bumi pun enggan
beranjak saat sangkakala memanggil..


aQ terus berbicara sendiri.
Kemana orang – orang itu pergi? aQ rindu berdialog. Begitu rindunya aQ dengan
perbincangan. Namun yang kudapati hanya diriku sendiri. Barangkali aQ butuh
cermin yang lebar, agar aQ merasa punya teman, meski hanya bayangan.

aQ tak punya lawan bicara. aQ tak
menjumpai lawan – lawanku. Lalu mana kawan – kawanku? Panas menyengat begini aQ
menggigil. Entah sudah berapa lama seperti ini. Barangkali aQ gila sudah lama,
hingga satu persatu orang pergi aQ tak menyadari.

aQ masih belum berhenti menanyai
diriku.

Adakah yang salah? Jiiwaku menuntunku untuk mencintai apa yang orang
benci dan bersahabat dengan apa yang orang cerca. aQ terus saja percaya dengan
apa yang kuyakini, hinggga tak adalagi yang percaya padaku.

Tak ada siapa – siapa. Tapi
rasanya aQ letih dengan bising saat ini. Saat mulutku mulai mencercah ramai
dengan balasan – balasan dialog fiktif. Tiba – tiba monolog berhenti. Monolognya
mati. Ia membiru. Membisu. Membiarkanku mengering karena sunyi. Lalu mati
karena sepi.

1 comments:

willi skill said...

it was never really die..hehehe