header-photo
Showing posts with label Catatan Lepas. Show all posts
Showing posts with label Catatan Lepas. Show all posts

Cermin dan persimpangan



Dia sudah sampai di perempatan kesekian. Ia bergumam pelan, semoga perempatan terakhir
Seperti persimpangan sebelumnya, masih menggemgam cerminnya, dia melangkah pelan. 
Pagi mulai beringsut - ingsut bangkit dari selimut kabut. Meretas, dan lamat - lamat persimpangan terlihat jelas.

Ada tiga jalan membentang berbeda arah, dan kebimbangan mulai berarak dari persimpangan di dua bola matanya ke dalam hatinya
Belok kanan, cahaya lampu jalan berpendar, belum dimatikan
Belok kiri, ada gedung - gedung tinggi. Jalan itu cuma kenal dua situasi. Sepi sekali, atau ramai sekali.
Lurus, ada papan besar, ucapan selamat datang. Datang kemana? sayangnya petunjuk ada di balik papannya. 

Tapi yang dia lakukan justru diam ditempatnya. Ia sungguh lelah. Sudah banyak persimpangan yang ia lewati. Ia abaikan.
Dimana yang dia temui adalah jalan yang selalu asing. Kadang ramai kadang sepi. Kadang dia takut.
Tapi yang penting baginya adalah berjalan. Entah belok kanan, kiri atau lurus, yang penting ia berjalan. 
Terus berjalan. Dan ketika ia mendapati jalan buntu, maka ia angkat cerminnya dan dia punya jalan untuk langkahnya
Ia berjalan mundur

pic: http://www.yanidel.net/
Masih dipersimpangan.Tapi dia masih tak bergeming dari duduknya. Kanan kiri menari, tapi baginya jalan buntu. 
Hatinya yang buntu

Persimpangan ini membutuhkan cermin. Tapi kini baginya cemin adalah kebuntuan baru, karena dengan cermin, ia tak pernah sampai di ujung perjalanan.  Cermin menyelamatkanya dari kebuntuan, namun mengantarnya pada persimpangan yang lain. Cermin ini adalah tempat ia lari, dari hal yang ia benci. Memilih


Persimpangan dan cermin
Ia mulai berjalan dan meninggalkan cermin di persimpangan. 

Kerelaan

            
                 I'm totally ordinary girl
             who love ordinary man
             wish to be loved with fully affection
             dream to live happily ever after
             obedient and serve my husband as my devotion to God
             and hope he loves me, my family, more than loves powers

Tokoh favorit saya, gambaran istri yang ideal seperti juga para wanita lain adalah ibu Ainun Habibie. Tanpa saya jelaskan lebih lanjut, tokoh ini memang bisa mengambil simpati banyak orang. Dengan kelembutannya, kecerdasan dan dedikasi beliau kepada bangsa, Ekstrimnya jika kita bandingkan dengan Imelda Marcos (yang beralibi ribuan pasang sepatunya itu ia beli demi kepentingan bangsa dan negara), Ibu Ainun pastilah menang gemilang di hati siapa saja dengan kesahajaannya. 

Yang saya kagumi dari kehidupan Habibie-Ainun adalah  kesinergisan mereka berdua dan bagaimana mereka berdua saling mendukung satu sama lain. Pasangan yang sama - sama memiliki masa depan cerah di bidang masing - masing ini tentu saja ketika awal menentukan proiritas bersama tidak lah mudah. Ibu Ainun saat itu adalah seorang dokter muda lulusan UI. Dan pak Hibibie, seorang engineer yang sangat berbakat. Namun pada akhirnya dua insan ini bisa berkiprah menjadi insan yang berguna bagi bangsanya.

Menjadi seorang Ibu Negara bukanlah hal yang mudah, selain tugas yang amat banyak, beban psikologis sebagai public figure dan panutan bangsa menjadi dilema tersendiri. Menjadi istri seorang pemimpin (bagi yang memiliki tanggung jawab moral) adalah amanah yang luar biasa. Terlebih jika sesungguhnya ia juga memiliki potensi yang sama besarnya dengan suami untuk menjadi pemimpin. 

Tengoklah Hilary Clinton, ia bersinar sejak ia masih menjadi Ibu Negara, sedari awal ia di prediksi akan menjadi lawan tangguh suaminya sendiri jika suatu hari mereka pecah kongsi. Lalu Imelda Marcos yang justru lebih populer dibanding suaminya di kancah politik dunia. Atau jangan jauh - jauh, Ibu negara kita juga ternyata memiliki minat dalam hal yang sama. Belum lagi jika melihat daftar bupati yang ibu bupati nya juga menjadi bupati di kabupaten lain (suami istri maruk

Angka


Aku rindu masa kanak-kanak, yang bebas bercita cita. Hari ini polisi, besok dokter, besok lagi menteri. Yang riang ketika ingin jadi apa, yang tak membebani diri dengan bagaimana caranya dan sebagaianya.

Aku rindu masa kecil, yang suka menggambar. Mencoreti kertas gambar, lantai, tembok bahkan baju sendiri. Tanpa ragu, membubuhi warna warni, meski tak serasi tapi tetap percaya diri.

Aku rindu senangnya jadi anak SD. Yang bisa rangking satu tanpa menahan kantuk semalaman karena belajar. Yang tetap bermain meski besok ulangan. Mengerjakan PR tanpa manual solution tapi tetap benar.  Tidak belajar, tidak merasa bersalah. Tetap bahagia saja.

Aku rindu ketika masih amat belia, yang berangkat sekolah karena wujud bakti kepada orang tua. Tanpa embel – embel ambisi. Alih alih tentang status, pangkat dan harga diri. Sekolah adalah tempat menambah: teman bermain,  bersepeda, dan berpramuka kadang juga berantem. Sungguh saat itu, ilmu adalah bonus. 

Lalu perlahan –lahan, tentang ilmu ini mendominasi. Sungguh gembira ketika mengerti apa yang dijelaskan. Bungah ketika bisa menjawab pertanyaan. Lebih lagi jika ditanya teman. Namun perlahan, tentang ilmu tadi tergeser. Ketika  mengerti tak lagi cukup, memahami dan bisa menjawab tak lagi memuaskan. 

Dan saat itu, mulai ingin ada pengakuan atas kemapuan diri. Pengakuan yang diketahui oleh khalayal ramai. Ini adalah proses yang melelahkan. Ketika manusia mulai mengenal kata aktualisasi, kebutuhan akan pengakuan. Eksistensi.  Tak lagi lisan, tapi dokumen bukti. Nilai yang otentik, yang menarik.
Lamat- lamat solusi akan obsesi tadi menemukan pintunya. Nilai tadi ketemu takarannya. 

Angka

Dan ketika itu segala  niat luhur tentang bakti kepada orang tua, lalu tentang keutamaan ilmu yang agung, luluh lantah. Salam sekejap angka membelokkan cita – cita, membiaskan subtansi akan belajar.  Membuyarkan kejujuran. Yang penting angka, mengerti nomer dua, cara nomer tiga. 

Sungguh gemerlap angka sangat menggoda. Ia  menawarkan kemegahan kehormatan, menyuguhkan  kebanggaan, kepuasaan, kedudukan. Segala kemanusiawan yang menggembirakan. 

Pun bagi yang mendapat angka ini dengan tidak jujur, bahagia tentang angka ini tetap bisa membuncah. Karena manusia pandai berpura -pura, menipu dirinya sendiri. 



Aku ingin kembali ke masa kanak kanak. Aku ingin bersahabat dengan ilmu, lalu jatuh cinta dengannya. Lalu angka kujadikan  teman biasa aja. Meski ia sungguh menarik. Meski ia begitu cantik. Aku memilih dengan teman lama saja. Ia yang paling setia, ia yang jujur dan tak berkhianat pada yang jatuh cinta kepadanya

Heels for whole life?

People love beauty
That is our nature
But, will we choose magnificence over needs for whole life?


 Jika ditanya, barang apa yang paling saya perhatikan? jawabannya adalah sepatu.
Ukuran kaki yang kecil (yang sebenarnya agak kurang proporsional dengan tinggi dan berat badan), sesungguhnya memudahkan saya  membeli jenis alas kaki apa saja.

Saya pernah menemani teman (yang konon katanya paling cantik dalam khasanah pertemanan saya) membeli sepatu. Ukuran kakinya sebenarnya biasa saja, tapi cenderung agak melebar. Sehingga ia harus melepaskan mimpi untuk memiliki septau highheels yang ramping nan cantik (Tuhan memang adil, hehe)

Tak ada pantangan bukan lantas membuat saya mudah menjatuhkan pilihan. Semakin banyak pilihan semakin sulitlah memilih. Saya ingat dulu ketika jaman liburan sekolah, kami sekeluarga bisa untuk jalan - jalan ke surabaya. Tunjungan Plaza? It Must! jaman itu TP gedenya ga ketulungan (sampe sekarang masih suka nyasar didalamnya). Apa tujuannya?
Cari sepatu sekolah. Yang hitam, yang polos, yang sebenarnya sangat mudah ditemukan.



Tapi apa yang terjadi? 


MIDTERM EXAMINATION WILL COME UP!



Schedule of my 1st midterm exams, University of Indonesia

31 Oct Financial Management
3 Nov Macroeconomics
7 Nov IntermediateAccounting
8 Nov Economic and Business Mathematics
9 Nov Cost Accounting

Am i ready?
of course not absolutely :(

Ready or not, every exam that i have to pass, sudden i feel stomachache, not confident, feel not in my excellent performance. Examination, make me feel on edge, just like my blackberry when doesn't get 3G signal. Stammered

My huge problem in studying is Consistency. my pre-examinations syndrome shouldn't happen if i have well preparation. Study hard, keep concerning, and focus. Thats way i can't stay in best performance in long term period. When i get my first IPK 3.67 in STAN in my first semester but getting down after that and gave up in 3.47.

For recent years, i have forgot how to implement best practice in studying, and back to my habit, creating shortcut. NO. Big NO, not anymore. Creating shortcut with One Night Study, and feel so sleepy when do the exam. How can i transfer the knowledge for other if i read the literature, try to understand the subject matter in one night?

Learning is processing isn't?

Now,
i study not for my self, not for getting Magna or Summa Cum Laude. But for preparing my self in future, i can give this knowledge correctly to others, i can make anyone else get great comprehension. Thats way i have to study more hard than before.

Hope that my intention help me to keep motivation, hold my consistency, and make me better learner :)


why do we study hard?


how to response a lie

Bismillah,,
Motivated by my friend who tried writing in English, Let me practice too!

Well i would like sharing bout my trip last night with my friend. He was a victim of love, hurt man by a woman. Broken vow, in engagement. You know somebody who has ever fallen and stand up successfully, he will be stronger in the next. Actually he is not tough enough in the beginning, but he becomes wonderful after. I think he can pass all that pain because he could accept the distinctness and think wisely :)

I've written my opinion that egoism is sumthin that need to be appreciated.(this is negative motivation, not to support someone else to do egoism, because egoism is not reserved to be achieved). Yeah, in my humble opinion to do egoism act, somebody must pass inner conflict, feel big uncomfortable guilty and must predict the effect until execute the act. And last nite while the train went running,he gave me other further wise opinion.

Something that i remember clearly, when he said: "If you know your couple lies, try to calm and believe him. Because when he lies, he feels two guilts. His act, and his untruth. Do not force him to realize at same time by judge him."

Great! two points..
These were my conclusions. First When your couple get mad on you cz ur indictment of lie. It means u has done egoism act. Everybody has a right to make his/her own improvement of his/her mistakes. Second, When u try to believe it means you try to support her/his own improvement.

But do not to be disappoint, cz that hypothesis still has not to be evidenced. LOL. Well,, i have to go to sleep, today (in the morning) will be full schedule. Walking around with my family in Surabaya.. hm,, how nice this vacation:)
ok, nite,,

Papan Tulis



Jadi teringat dua kata ajaib itu setelah berbincang dengan sesorang pagi tadi.. Wanita separuh baya. Anggap saja ia seorang Kakak. Karena aku memangilnya dengan sebutan "mbak".

Suatu hari, aku mengunjungi beliau di sudut kecamatan, bagian kota kecil di Bondowoso, Jawa Timur. Bondowoso nya saja sudah terpencil, apalagi ini masih dipelosoknya. Dirumah kontrakan beliau yang sangat sederhana, aku melihat ada plastik berukuran sekitar 2x2 meter yang ditempel di dinding rumahnya yang sudah bopel - bopel. dengan heran aku bertanya

"Untuk apa plastik ini mbak? apa kalau hujan airnya merembes menembus dinding?"
lalu kakak menjawab sambil tertawa,,
"Itu pengganti papan tulis Dek,belum sempet beli..lagian harga papan tulis ternyata mahal.."


Aku baru tahu selama ini ternyata selain jadi guru sekolah yang baru berdiri, kakak juga mengajar anak - anak kecil di sekitar rumahnya. Mengajar apa saja.. dari anak SD, SMP, SMA. Kebetulan suami beliau guru matematika, jadi kalau ia kewalahan, suaminya bisa men-takeover..

"Berapa orang mbak yang les? disni les kayak gitu bayarnya berapa ya mbak?"
Tanyaku ingin tahu. Karena setauku, meski kakak berprofesi sebagai guru yang katanya bisa pulang cepet dan kerjaan santai, ternyata kakak cukup sibuk juga di sekolah.

"Hehehe..ini gratis Dek, bayarannya bukan uang.." jawabnya lepas saja tanpa beban
"Lah lalu bayarannya apa mbak?", tanyaku penasaran

"Ya pada dasarnya gratis, tapi kadang sebagai rasa terima kasih anak2 itu bawa kue, buat dimakan dan dibagi ma temen2nya yang les juga, itung - itung cari amal jariyah.."

Sungguh,, malu aku mendengar kata - kata kakak ini. Aku dulu pernah membanggakan kepadanya saat aku masih kuliah berapa bayaranku 1 kali pertemuan les privat. Padahal sebenarnya uang kiriman ayah ga pernah kurang setiap bulannya.Yang lebih membuatku malu, gaji kakak saat itu kurang lebih sama dengan uang kiriman dari ayah. Tapi aku selalu merasa kurang. Sedang kakak ini, jelas kebutuhan setelah menikah lebih banyak, tapi ia masih menyempatkan diri beramal sebisanya, dengan ilmu.

Aku masih temenung menatap "plastik tulis" di tembok bopel itu, ada banyak coret2 spidol rumus2 kimia, sebelahnya rumus2 matematika. Aku jadi ingat dulu ketika kakak ini masih kuliah, beliau ga mau jadi guru. Tapi yang musti ia hadapi saat belajar mengajar pertama adalah murid authis.. murid keduanya adalah aku, yang keras kepala kayak batu..

"Kenapa masih diliatin? jangan salah, dulu papan tulis Ayah juga lebih jelek, temboknya juga gedhek tapi yang dateng belajar ngaji juga banyak.. Kamu waktu itu masih kecil banget, paling kamu ga inget"

Aku terhenyak, benarkah? sekelebat ingatan membawaku pada siluet masa silam, 20 tahun lalu mungkin.. tapi tak sepenuhnya mozaik itu berhasil ku unduh dan ku unggahkan kembali..cuma sepotong - sepotong saja. Rumah gedhek reyot, dengan papan tulis hitam menggantung kayu penyambung dinding gedhek tadi.. itupun aku ingat karena aku pernah melihat fotonya.. jadi itu rumah ayah dulu yah? rumahku dulu?

Entahlah,,apa itu namanya. Yang jelas bagian dalam dibalik jantungku terasa panas. Agak perih tapi bukan sakit. Cuma rasa - rasanya saja... Aku tahu kalau saat itu pipiku memerah.. Aku malu...

Kakak ini sebenarnya dari dulu banyak sekali mengajariku,, tapi kadang aku saja yang asik dengan dunia "tumbuh mendewasa" ku. Hingga ajaran2nya yang sederhana nan baik, lewat begitu saja. Ketika masa itu sudah lewat, aku merindunya. Sering aku tertegun dengan apa yang ia ucapkan bahkan lakukan. Sederhana, tapi nyata.. pantas saja ia tak lepas dari aura bahagia.. aku tahu, meski hanya suaranya saja yang hadir. Tapi hanya dengan suaranya itu energi bahagianya sudah dapat tersalur,,

Tadi pagi ia menyempatkan diri menelponku, aku tiba2 ingat saja dengan kunjunganku terakhir kerumahnya saat itu..

"Mbak, sudah ada papan tulisnya?"
"Belum Dik, anak - anak malah lebih suka belajar sambil bermain. Belum sempat juga membelinya di kota. Ga apalah, yang penting anak2 itu senang dan mau belajar...."

Baiklah, mungkin bukan papan tulisnya lagi yang penting. Karena ilmu dan ketulusan itu langsung ditanamkan di hati dan pikiran, tak perlu papan untuk mengabadiakannya barang sesasat. Hati dan pikiran itulah yang merekamnya untuk seumur hidup..

Perjalanan Kedua: Diantara Tuli dan Buta



Maha Besar Allah Maha Pemberi Petunjuk
Dialah yang memilih hambanya, untuk berada dalam kerajaan surga, membisikkan hidayah pada hati, indra yang paling berharga.

seperti itulah.. rasanya menjadi sangat kerdil setelah menyadari bahwa Islam yang kumiliki saat ini adalah warisan, ditanamkan dari janin karena orangtuaku adalah muslim, keluargamu muslim, dan islam adalah sebuah mayoritas, kelaziman di hidupku. bukan sebagai pencarian..

30 Agustus 2009

Malam itu aku melakukan perjalanan. Kali ini bener2 berjalan. Dekat saja sih. Dari kos ke mushola di kampung. Tujuannya adalah terawih. Agak berbeda, karena biasanya aku ke Mesjid besar, tapi malam itu aku berniat untuk mencoba terawih di dekat kos saja.

Mungkin karena semangat, aku berangkat sepuluh menit lebih awal, jadilah aku sendirian di mushola itu, krik krik menunggu lama sekali. yang ada hanyalah anak2 kecil yang ribut maen petasan. Lupa bawa alquran, jadi membunuh waktu dengan meringkuk kedinginan. Karena saking kecilnya mushola, jama'ah wanita terawih di jalan dengan alas terpal dan tenda di atasnya. Akhirnya, ada bapak2 yang menyalakan mic. Mungkin mau adzan pikirku. Setelah itu bapak2 tadi mulai mengaji puji - pujian ala mesjid mesjid di kampung. kalo di rumahku malah puji - pujiannya dengan bahasa jawa. Lucu juga. hehehe

Setelah beberapa lama, bedugpun ditabuh. sesat sebelum sholat qobla isya, aku baru teringat sepertinya aku belum wudhu!! dasar dudul. jama'ah sudah banyak yang datang. Ga yakin tempat wudhu wanitanya tertutup, aku melesat kembali ke kos. Menyabet Hp dan segera meluncur ke mushola lagi.

Sholat isya belum dimulai. Sempatlah sholat qobla isya. setelah beberapa saat, aku mendengar dengan jelas bacaan sholat dari sebelah kanan sepertinya dua orang sebelahku. semakin aku berkonsentrasi dengan bacaanku sendiri, semakin aku mendengarkan bacaan sholat Ibu - iBu di sebelahku itu. Huh,, Ini nih kelemahan multitasker, susah fokus. karena share fokusnya bagus, jadi kalo fokus ma satu hal rada susah.

Setelah sholat, aku baru menyadari sepertinya Ibu tersebut pendengarannya terganggu. Sehingga beliau tak tahu, bahwa suara bacaan sholatnya terdengar. Aku tahu karena nenekku yang sudah udzur juga demikian. Lama aku berpikir. Jika aku terlahir tanpa kemampuan mendengar, apakah aku akan memiliki keyakinan tentang agama yang aku anut sekarang? sulit aku membayangkan aku belajar mengaji tanpa tahu bagaimana huruf ini dan itu berbunyi. Aku dulu suka sekali kisah - kisah nabi. Dari sanalah sedikit -demi sedikit aku percaya tentang Tuhan, tentang nabi, tentang mukjizat Alqur'an. aku jadi ingat tentang cerita para sahabat dari Ayahku, jendela ilmuku. Dari mana aku bisa percaya jika aku tak mendengar sendiri..? Subhanallah..

Allah Maha Besar memberi petunjuk bagi hamba yang ia kehendaki, meski tak mendengar, tapi keyakinan ditanamkan sekuat akar yang tak tercabut. Beruntunglah orang2 yang tak mendengar, tapi dalam hatinya. Alqur'an memenuhi ruang pengetahuannya.


Belum juga selesai aku memikirkan jika aku tak bisa mendengar, aku melihat jama'ah sebelah kiriku adalah Ibu yang tak memiliki penglihatan. Subhanallah. Melihat Ibu itu bangkit dan bangkit lagi untuk emulai dua rokaat terawihnya, bahkan lebih sigap dibanding jama'ah yang lain, aku terenyuh..

Ya Allah,, engkau yang membukakan pintu iman setiap hambaMu. Bagaimana aku bisa beriman padaMu jika yang kulihat hanyalah gelap tak ada habisnya. Bagaimana aku percaya padaMu jika aku tak melihat indahnya langit sore hari, dan penciptaannMu yang menabjubkan, menggerakkanku untuk berucap Subhanallah..

Tuhanku, Engkau tak terjangkau oleh pikirku. Aku bersyukur atas apa yang kau beri
penglihatanku, pendengaranku, dan yang terpenting, imanku saat ini.

Jika Agamaku yang kuyakini saat ini adalah warisan, akan kutegaskan bahwa keyakinanku adalah pencarian dan berpikirku tiada henti..
aku tak akan berhenti mencari. Dan yang kudapat pada akhirnya adalah..

-never ending finding-

Perjalanan Hari Pertama : Tidur = Ibadah?


Ramadhan, tiap langkah membawa berkah
hari ini aku mulai berjalan..
berpikir lebih tajam, meresapi lebih dalam


23 Agustus 2009

Teriknya hari ini. Haus mulai menyekat. Peluh mulai menetes, daftar belanjaan masih menggantung panjang. Jangan mengeluh sayang, tak ingatkah sebelum fajar apa yang telah diniatkan? ayo melangkah saja, tak usah melayani hati yang rewel..
Akhirnya sampai juga di tempat tujuan. Mulailah saya berbelanja. Concern saya kali adalah membeli baju kantor, maklum baru penempatan. Jadi mencoba menyesuaikan dengan lingkungan kantor..
Tapi ada yang janggal nih..Puasa - puasa begini, orang jual makanan tetep aja seliweran. Minuman tetep dijaja, tempat makan buka semena - mena. Woi, ini bulan puasa, kagak ada toleransi yah?

Kemarin aku mampir ke mesjid kecil. Setelah menunaikan kewajiban sholat dzuhur aku duduk menyandar ke tembok. mungkin karena pengaruh letih, jadi bawaannya mau tidur ajah. Tiba - tiba di belakang terdengar ribut - ribut..



"Ibu ga bisa baca yah? itu kan udah dilarang tidur di karpet sajadah Bu...", gerutu seorang ibu yang sudah layak punya
putu.
"Maaf Bu, kita ga tahu", ujar ibu - ibu yang tak kalah tua menggerutu juga
"Orang dikasih tahu yang bener malah sewot. Saya mah cuma ngjalanin peraturan Bu, disitu tulisannya udah gede, kagak boleh tidur iatas karpet, jadi Ibu kagak usah tersinggung ye", ujar Ibunya penjaga mesjid.
"Iya saya tahu", ujar Ibu yang ditegur sambil ngloyor pergi. Sepertinya Ibu itu kesel di tegur seperti itu di depan umum.

Akhirnya aku mundur perlahan menjauhi area "karpet". Duduk bersandar pada papan. Tiba2 Ibu tadi menghampiriku.
" Jangan duduk di situ neng, itu pintu buat saya masuk", beliau berkta sambil sedikit membentak.

"Oh iya Bu, saya minta maaf" kataku sambil aku bergeser. Tiba - tiba Ibu "polisi" mesjid itu duduk di sebelahku.
"Saya capek Neng", tiba - tiba saja Ia berujar. "Dari tadi orang - orang dikasih tahu kagak
ngarti - ngarti",
"Kenapa Bu?", aku tanya sambil sedikit bersimpati. Aku ngbayangin capek juga kali yah teriakin orang - orang pada bandel ga matuhin peraturan.

Sebentar duduk bersamaku, Ibu itu lalu beraksi lagi. karena banyaknya jama'ah yang keletihan belanja, jadi banyak juga yang tiduran. Hm,, aku jadi berpikir, mang apa salahnya tidur di mushola? Aku sering tuh tidur di mesjid kantor. Karena mang paling enak tuh tidur disitu. Tapi memang secara normatif hal itu tidak di benarkan. bayangkan saja aklo mesjid penuh buat orang tidur, ya yang sholat kayak sholat jenazah donk.

Tapi aku salut juga dengan kegigihan beliau buat membangunkan orang satu persatu agar tidak tidur di mesjid. Untuk mentaati PERATURAN yang ada. Dasar orang Indonesia, bandel - bandel, habis diberitahu bangun sebentar lalu pindah dan tidur lagi. Hahaha

"Kenapa sih, bawel banget tuh orang! bulan puasa tidur
mah ibadah tau...", Ibu disebelahku berkomentar, sambil ngomel.

"Jadi, kontradiktif dong? masak orang ibadah ga boleh?", selintas aku berpikir demikian. Nakal juga. Islam itu baek banget Yah. Di bulan puasa yang paruh berkah, ada penawaran khusus. Tidur ajah dianggap Ibadah. Apalagi ngaji, sholat, traweh, dan ber mualamalah lainnya. Islam juga akomodatifsaking akomodatifnya kadang jadi konservatiof juga. Prinsip mencegahnya bagus sekali. Jadi "Tidur itu ibadah" kuartikan lebih kurang begini:

.. dari pada ngomongin orang, daripada jalan - jalan ngabisin duit capek bawaannya pengen batal, dari pada pacaran siang bolong, mending Lu tidur ja deh!...


Hoho,,jadi inget tgaline di pintu bengkel :
DILARANG TIDUR, ADA YANG BERISIK!!!

perlu diganti ga ya selama bualan puasa aja? hehehe...




Apresiasi Keegoisan



Egois itu sulit..
Karena manusia terlahir dengan pembeda bernama nurani

Egois itu tak mudah..
karena masing - masing diantara kita telah dilengkapi perangkat yang bernama naluri
adakah orang yang benar - benar hidup sendiri?



Pengasingan sudah tak lagi populer.. koloni dan komunitas kini menjadi sentra kehidupan. Lalu, mengapa ada orang - orang yang selalu merasa sendirian diantara padat keramaian?? sedang ada pula orang - orang yang takut ditinggalkan dan begitu Eenghamba pada kebersamaan??

Tetap saja.. manusia berjudul individu yang mendasarkan perilaku berpikir dan bertindak atas diri sendiri sebagai prioritas.. dan ketika titik fokus pertimbangan digeser, tidak berdasarkan pada diri sendiri.. saat itulah derajat kemanusiaannya diangkat beberapa tingkat diatas orang - orang yang berjudul egois..

padahal..

Egois itu butuh energi,, untuk bertahan atas pemberontakan tentakel2 tak berwujud pasukan rasa bersalah

Egois itu menguras kehidupan,, memakan seluruh nutrisi pikiran. bertahan pada kondisi demikian sama dengan memasuki labirin perasaan yang buntu..

Egois itu memunculkan kekuatan tak terbatas yang menerjang halangan bahkan yang telah membatu dan tertanam. Namun secara bersamaan menghadirkan bom psikologis yang sama sekali bukan kenikmatan

Sekali lagi.. egois itu sebuah usaha kompleks yang jauh dari kategori sederhana. Namun justru beresiko dan melelahkan

Egois menawarkan sejumput kemanisan hasil namun kepahitan proses yang tak mudah..
sekiranya,, orang - orang egois patut lah diberi apresiasi.. atas keputusan menjadi egois

Menjadi egois atau arif itu hanya sebuah pilihan
.. karena menjadi egois tak lebih mudah dari menjadi arif..

Monolog Bisu

aQ meramaikan sepi dengan
berbicara sendiri. Apakah bumi ini sudah ditinggal mati penghuninya? Sepertinya
kiamat masih jauh. Dan selamanya jauh. Karena tak satupun ingin mendekat.
Jangankan yang hidup. Bangkai – bangkai yang tertanam di perut bumi pun enggan
beranjak saat sangkakala memanggil..


aQ terus berbicara sendiri.
Kemana orang – orang itu pergi? aQ rindu berdialog. Begitu rindunya aQ dengan
perbincangan. Namun yang kudapati hanya diriku sendiri. Barangkali aQ butuh
cermin yang lebar, agar aQ merasa punya teman, meski hanya bayangan.

aQ tak punya lawan bicara. aQ tak
menjumpai lawan – lawanku. Lalu mana kawan – kawanku? Panas menyengat begini aQ
menggigil. Entah sudah berapa lama seperti ini. Barangkali aQ gila sudah lama,
hingga satu persatu orang pergi aQ tak menyadari.

aQ masih belum berhenti menanyai
diriku.

Adakah yang salah? Jiiwaku menuntunku untuk mencintai apa yang orang
benci dan bersahabat dengan apa yang orang cerca. aQ terus saja percaya dengan
apa yang kuyakini, hinggga tak adalagi yang percaya padaku.

Tak ada siapa – siapa. Tapi
rasanya aQ letih dengan bising saat ini. Saat mulutku mulai mencercah ramai
dengan balasan – balasan dialog fiktif. Tiba – tiba monolog berhenti. Monolognya
mati. Ia membiru. Membisu. Membiarkanku mengering karena sunyi. Lalu mati
karena sepi.